Senin, 16 Desember 2013
Kamus Mini Bahasa Kupang
Jika anda backpacker Indonesia yang ingin membuat ‘kamus mini bahasa Kupang’ dengan harapan semoga dapat mengerti bahasa daerah tempat tersebut, sekarang saatnya!!. Kupang yang merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Daerah ini merupakan kota kepulauan diantara laut, jadi tidak heran di Kupang bertaburan tempat wisata pantai yang menawan ditambah dengan keunikan warga lokal yang ramah. Pertama kali ke Kupang sangat heran mendengar dialek bahasa Kupang tapi lama-kelamaan pasti akan terbiasa dan mulai mengerti apa maksud lawan berbicara (orang kupang). Tidak berbeda dengan bahasa Indonesia, bahasa Kupang logatnya agak ditekan dan sering disingkat. Seperti kata pepatah ‘Dimana Bumi Dipijak, Disitu Langit Dijunjung’, untuk itu bagi backpacker yang ingin mengunjungi Kupang dan penasaran ingin melihat pariwisata kupang dan tempat wisata yang menarik di Kupang sebaiknya mengetahui bahasa Kupang walau sedikit agar lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Semoga kamus mini bahasa kupang yang ini berguna...
Saya : Beta
Kamu : Lu (agak kasar) / Besong (sopan)
Sudah : Su
Tidak : Sonde
Kita : Ketong
Bagaimana : Karmana
Bel i: Belanja
Kalian : Besong
Lupa : Son ingat
Iya : Ho’e
Mobil :Oto
Uang : Doi
Belum: Belom
Benar : Betul
Pergi : Jalan
Panggilan Laki-laki : Nyong
Pacar Perempuan : Mama
Pacar Laki-laki : Papa
Kerajinan Tangan NTT
Tak luput dari pandangan kita, ternyata banyak sekali warisan budaya dari negara kita, khususnya Nusa Tenggara Timur. Berikut merupakan contoh Kerajinan Tangan dari NTT yang merupakan beberapa dari warisan budaya Indonesia :
- Terbuat dari kayu :
Aneka Patung
Patung Kuda
Kotak Kapur
Aneka Pintu
Sendok
Tas
- Terbuat dari Tulang dan Gading :
Kotak Kapur
Pisau
Perhiasan
- Terbuat dari Uang Logam :
Sabuk 1
Sabuk 2
Tas
- Senjata :
Pedang 1
Pedang 2
Pistol
- Keramik dan Moko :
Guci Cina
Piring Cina
Moko
Potensi Sumber Daya, NTT
Emas HIJAU vs Tambang EMAS di NTT
Potensi emas hijau sering terlupakan
Karena tidak mampu memberi fee
Beda dengan usaha pertambangan
Emas hijau seperti Mahoni, Jati, Kelapa,
Mete, Aren, Asam, Cengkeh, Vanili dll
Para petani dapat membibitkan sendiri
Kalau sepanjang jalan (kampung, desa dll), bukti gundul
ditanami mahoni semua, berapa dana yang dihasilkan petani ?
Kalau bukit tandus di NTT ditanami asam semua
Berapa dana yang diperoleh petani (milyaran rupiah) ?
ASAM vs TAMBANG
Salah satu potensi yang ada di NTT yakni ASAM
Membuat petani tersenyum (tidak lagi berwajah masam)
Berkontribusi cukup baik untuk pendapatan petani
Sayangnya asam masih belum banyak dibudidayakan
Padahal sangat membantu kelestarian lingkungan
Di-bebatuan-pun, asam dapat tumbuh dan berbuah
Dan mampu menembus serta membelahnya
Dapat panen berkelanjutan puluhan tahun
Beda dengan tambang, tidak akan pernah bekelanjutan.
Potensi emas hijau sering terlupakan
Karena tidak mampu memberi fee
Beda dengan usaha pertambangan
Emas hijau seperti Mahoni, Jati, Kelapa,
Mete, Aren, Asam, Cengkeh, Vanili dll
Para petani dapat membibitkan sendiri
Kalau sepanjang jalan (kampung, desa dll), bukti gundul
ditanami mahoni semua, berapa dana yang dihasilkan petani ?
Kalau bukit tandus di NTT ditanami asam semua
Berapa dana yang diperoleh petani (milyaran rupiah) ?
ASAM vs TAMBANG
Salah satu potensi yang ada di NTT yakni ASAM
Membuat petani tersenyum (tidak lagi berwajah masam)
Berkontribusi cukup baik untuk pendapatan petani
Sayangnya asam masih belum banyak dibudidayakan
Padahal sangat membantu kelestarian lingkungan
Di-bebatuan-pun, asam dapat tumbuh dan berbuah
Dan mampu menembus serta membelahnya
Dapat panen berkelanjutan puluhan tahun
Beda dengan tambang, tidak akan pernah bekelanjutan.
Pakaian Adat NTT
Seni tenun di Nusa Tenggara Timur konon sudah ada pada masa sebelum ditemukannya serat kapas, pada masa itu masyarakat Suku Rote menenun dengan menggunakan bahan serat dari sejenis pohon palem seperti lontar dan gewang. Barang-barang yang dihasilkan dari bahan tenunan tersebut antara lain kain yang disebut lafe tei, kemudian dipakai menjadi busana sehari-hari. Setelah serat kapas masuk ke Nusantara, masyarakat Rote beralih menenun kapas. Tetapi, ada yang masih tersisa dari lafe tei hingga sekarang, yaitu topi khas Rote yaitu ti’i langga, yaitu penutup kepala yang berbentuk mirip dengan topi sombrero dari Meksiko.
Ti’langga merupakan aksesoris dari pakaian tradisional untuk pria Rote. Tetapi pada saat-saat tertentu, misalnya pada saat menarikan tarian tradisonal foti, perempuan menggunakan penutup kapala ini.
Ti’i langga terbuat dari daun lontar yang dikeringkan. Karena sifat alami daun lontar yang makin lama makin kering, maka ti’i langga pun akan berubah warna dari kekuningan menjadi makin cokelat. Bagian yang meruncing pada topi tersebut makin lama tidak akan tegak, tetapi cenderung miring dan sulit untuk ditegakan kembali. Konon hal tersebut melambangkan difat asli orang Rote yang cenderung keras. Selain itu, ti’i langga juga merupakan simbol kepercayaan diri dan wibawa pemakainya.
Selain itu, bagi pria, baju adat rote berupa kemeja berlengan panjang berwarna putih polos. Tubuh bagain bawah ditutupi oleh sarung tenun berwarna gelap, kain ini menjuntai hingga menutupi setengah betis. Motif dari kain ini bermacam-macam, bisa berupa binatang, tumbuhan yang ada tersebar di di kawasan Nusa Tenggara Timur. Dari motif yang nampak dari kain tenun tersebut dapat dilihat daerah asal pembuatan kain tenun tersebut.
Sebagai aksesoris sehelai kain tenun berukuran kecil diselempangkan di bagian bahu. Motifnya serasi dengan kain tenun pada sarungnya. Selain itu, sebilah golok juga diselipkan di pinggang depan.
Untuk wanita, biasanya mengenakan baju kebaya pendek dan bagain bawahnya mengenakan kain tenun. Salah satu motif yang sering digunakan untuk menghiasi pakaian adat ini adalah motif pohon tengkorak.
Sebagai pelengkap, sehelai selendang menempel pada bahunya. Rambut dianggul dan memakai hiasan berbentuk bulan sabit dengan tiga buah bintang. Hiasan tersebut disebut bulak molik. Bulan molik artinya bulan baru. Hiasan ini terbuat biasanya terbuat dari emas, perak, kuningan, atau perunggu yang ditempa dan dipipihkan, kemudian dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai bulan sabit.
Selain itu, Aksesoris lainnya adalah gelang, anting, kalung susun (habas), dan pending. Kalung susun atau habas terbuat dari emas atau perak yang merupakan warisan turun-temurun dari sebuah keluarga suku Rote. Terkadang, ada yang menanggap bahwa habas merupakan benda keramat yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Selain habas, aksesoris lainnya adalah pending. Pending merupakan perhiasan yang terbuat dari kuningan, tembaga, perak dan emas dan biasa dipakai di bagian pinggang. Motif yang sering muncul sebagai hiasan pending adalah motif bunga atau hewan unggas.
Kain Tenun NTT
Kain Tenun NTT adalah kain yang dibuat dari proses menenun oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur. Tenun sendiri merupakan kegiatan membuat kain dengan cara memasukan benang pakan secara horizontal pada benang-benang lungsin, biasanya telah diikat dahulu dan sudah dicelupkan ke pewarna alami. Pewarna alami tersebut biasanya dibuat dari akar-akar pohon dan ada pula yang menggunakan dedaunan.
Latar Belakang
Masyarakat di Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang penuh budaya dan kaya akan keberagaman. Salah satunya ditandai dengan adanya cara berpakaian. Salah satu hal yang paling berpengaruh terhadap cara berpakain ialah bahan dasar berpakaian . Jika di masyarakat Jawa terdapat batik maka di masyarakat lainnya khususnya masyarakat Nusa Tenggara Timur terdapat kain tenun. Meski secara administratif gugusan-gugusan pulau di wilayah tersebut berada dibawah satu pemerintahan namun tak berarti budaya yang juga homogen. Beranekaragamnya suku yang ada menyebabkan tiap suku dan etnis memiliki bahasanya masing-masing yang mempunyai ratusan dialek lebih. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa terdapat beragamnya motif yang ada pada tenunan. Tiap wilayah dan suku masing-masing mempunyai keunikan yang khusus dibanding dengan daerah, contohnya seperti menampilkan legenda, mitos dan hewan masing-masing daerah. Ada juga yang bertujuan untuk menggambarkan penghayatan akan karya Tuhan yang besar.
Sejarah
Masyarakat NTT diperkirakan telah ada sejak 3500 tahun yang lalu. Banyak ahli memperkirakan bahwa nenek moyang masyarakat NTT berasal dari ras yang beragam antara lain Astromelanesoid dan Mongoloid. Terdapat juga beberapa penemuan fossil yang menunjukan bahwa masyarakat NTT ada juga yang berasal dari ras Negroid dan Eropoid. Kerajaan pertama yang berkembang diperkirakan berkembang pada abad 3 M. Sejak lahirnya kerajaan tersebut diperkirakan masyarakat telah mengenal adanya seni budaya yang tinggi dan diapresiasi dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Salah satu nya ialah kemampuan menenun. Menenun merupakan kemampuan yang diajarkan secara turun menurun demi menjaga agar tetap dilestarikan. Tiap suku mempunyai keunikan masing-masing dalam hal corak dan motif. Tiap inidividu diharapkan bangga mengenakan kain dari sukunya masing-masing sebab tiap kain yang ditenun itu unik dan tidak ada satu pun identik sama. Motif atau pola yang ada merupakan manifestasi dari kehidupan sehari-hari masyarakat dan memiliki ikatan emosional yang cukup erat dengan masyarakat di tiap suku. Selain itu dengan bisa menenun menjadi indicator bai seorang wanita untuk siap dan pantas dinikahi, untuk pria yang menjadi indicator ialah mempunyai ladang dan bisa bercocok tanam.
Fungsi
Kain adat mempunyai banyak fungsi penggunaan di masyarakat, meski tiap daerah ada penggunaan khusus di tiap suku, secara namun secara umum berikut adalah fungsi dari kain tenun:
1. Sebagai busana untuk penggunaan sehari-hari dan mentupi badan.
2. Sebagai busana dalam tari adat dan upacara adat.
3. Sebagai mahar dalam perkawinan dalam bahasa daerah disebut sebagai “belis” nikah.
4. Sebagai pemberian dalam acara kematian dan sebagai wujud penghargaan.
5. Sebagai penunjuk status social.
6. Sebagai alat untuk membayar hukuman jika terjadi ketidakseimbangan.
7. Sebagai alat barter/transaksi
8. Sebagai betuk cerita mengenai mitos dan cerita-cerita yang tergambar di motif-motif nya.
9. Sebagai bentuk penghargaan bagi tamu yang datang berkunjung.
Jenis-Jenis
Berdasarkan Cara Membuat :
- Tenun ikat, motif diciptakan dari pengikatan benang. Pada daerah lain yang diikat ialah benang pakan nya maka pada kain tenun di NTT dibuat dengan cara kain lungsi yang diikatkan.
- Tenun Buna, berasal dari Timor Tengah Utara, yaitu menenun dengan cara menggunakan benang yang sudah dicelupkan terlebih dahulu ke pewarna.
- Tenun Lotis, Sotis atau Songket: Proses pembuatan nya mirip dengan proses pembuatan tenun Buna.
Berdasarkan Kegunaan :
- Selendang
- Sarung
- Selimut
Semuanya mempunyai persamaan umum yakni cenderung berwarna dasar gelap karena zaman dahulu masyarakat belum mengenal adanya pewarna buatan sehingga menggunakan pewarna alami dengan pilihan warna yang terbatas.
Berdasarkan Persebaran :
- Tenun Ikat: Hampir tersebar di seluruh wilayah NTT kecuali Kab. Manggarai dan Kab. Ngada
- Tenun Buna: Tersebar di daratan Timor antara lain di Kab. Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Belu. Namun paling banyak terpusat di wilayah Timor Tengah Utara.
- Tenun Lotis/Sotis atau Songket: Tersebar di semua wilayah Nusa Tenggara Timur, merupakan bentuk tenun yang paling umum di masyarakat NTT.
Proses Pembuatan :
Menenun dilakukan wanita dengan dua tujuan, yang pertama sebagai sumber utama mata pencaharian dan sebagai pengisi waktu setelah selesai bekerja di ladang. Langkah pertama yang dilakukan sebelum menenun ialah menyiapkan benang yang hendak dipakai. Kapas dipintal dengan alat tradisional, masyarakat tidak menggunakan benang konvensional yang ada di pasaran. Kapas diambil dari pohon kapas yang ada di kebun warga. Hasil dari pemintalan biasanya tidak terlalu halus dan dan berakibat hasil yang tidak simetris pada corak tenun. Meski begitu hal itu yang menyebabkan keunikan tiap tenun sebab tidak ada tenun yang identik sama. Sesudah proses memintal selesai maka dilanjutkan dengan pencelupan benang pada pewarna. Meski tidak semua proses pewarnaan dilakukan ketika masih dalam bentuk benang namun pada umumnya pewarnaan dilakukan sebelum proses menenun. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan daun “Ru Dao” untuk mendapatkan warna nila dan akar pohon “Ka’bo” untuk mendapat warna merah, warna kuning didapat menggunakan kunyit dan daun “Menkude”. Setelah warna meresap dan dibiarkan mengering baru diikat pada mesin tenun tradisional yang dalam bahasa setempat disebut “Lana Her’ru”. Tidak seperti pada tenunan yang umum dijumpai di Indonesia dimana yang diikat pada mesin tenun ialah benang pakan, namun pada tenunan Nusa Tenggara Timur yang diikat ialah benang lungsin. Benang pakan dimasukan secara horizontal terhadap benang lungsin yang telah diikat secara vertical. Namun dibalik semua itu, yang paling penting ialah proses bertapa dan mencari ilham dengan cara berdoa ke leluhur agar mendapat motif dan corak yang hendak dipakai, selain itu dipercaya dengan berdoa sebelum dapat memperlancar proses menenun dan menolak bala selama proses menenun dilakukan.
Prospek Ke Depan
Meski menyimpan sejuta pesona namun kerajinan tangan ini perlahan memudar sebab sudah mulai banyak ditinggalkan masyarakat yang menganggap menenun bukan profesi yang menjanjikan. Selain semakin sedikitnya generasi muda yang mempelajari teknik menenun dari orangtua mereka. Meski telah menggunakan peralatan yang lebih canggih dan menggunakan pewarna buatan yang lebih tahan lama dan menghasilkan pola yang lebih rapi namun tetap hasil yang tradisional tetap menjadi primadona. Meskipun demikian ada secercah harapan bahwa kini banyak desainer yang mulai melirik kain tenun sebagai bahan baku pembuatan produk fashion yang bukan hanya dipasok di dalam negeri tapi juga diluar negeri. Hal ini semoga bisa membangkitkan semangat para wanita penenun bahwa kini hasil tenunan mereka tidak hanya dihargai dengan sekedar menggunakan perasaan bangga namun berubah menjadi bisnis beromzet jutaan rupiah. Meski terkesan kapitalis namun semoga dapat menjadi batu loncatan dalam menjaga kebudayaan yang telah ada sejak awal Masehi ini.
Pulau Komodo
Pulau Komodo adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau Komodo dikenal sebagai habitat asli hewan komodo. Pulau ini juga merupakan kawasan Taman Nasional Komodo yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Pulau Komodo berada di sebelah timur Pulau Sumbawa, yang dipisahkan oleh Selat Sape.
Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pulau Komodo merupakan ujung paling barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Di Pulau Komodo, hewan komodo hidup dan berkembang biak dengan baik. Hingga Agustus 2009, di pulau ini terdapat sekitar 1300 ekor komodo. Ditambah dengan pulau lain, seperti Pulau Rinca dan dan Gili Motang, jumlah mereka keseluruhan mencapai sekitar 2500 ekor. Ada pula sekitar 100 ekor komodo di Cagar Alam Wae Wuul di daratan Pulau Flores tapi tidak termasuk wilayah Taman Nasional Komodo.
Selain komodo, pulau ini juga menyimpan eksotisme flora yang beragam kayu sepang yang oleh warga sekitar digunakan sebagi obat dan bahan pewarna pakaian, pohon nitak ini atau sterculia oblongata di yakini berguna sebagai obat dan bijinya gurih dan enak seperti kacang polong.
Pulau Komodo juga diterima sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, karena dalam wilayah Taman Nasional Komodo, bersama dengan Pulau Rinca, Pulau Padar dan Gili Motang.
Sejarah
Pada tahun 1910 orang Belanda menamai pulau di sisi selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur ini dengan julukan Pulau Komodo. Cerita ini berawal dari Letnan Steyn van Hens Broek yang mencoba membuktikan laporan pasukan Belanda tentang adanya hewan besar menyerupai naga di pulau tersebut. Steyn lantas membunuh seekor komodo tersebut dan membawa dokumentasinya ke Museum and Botanical Garden di Bogor untuk diteliti.
Tahun 2009, Taman Nasional Komodo dinobatkan menjadi finalis "New Seven Wonders of Nature" yang baru diumumkan pada tahun 2010 melalui voting secara online di www.N7W.com.Pada tanggal 11 November 2011, New 7 Wonders telah mengumumkan pemenang sementara, dan Taman Nasional Komodo masuk kedalam jajaran pemenang tersebut bersama dengan, Hutan Amazon, Teluk Halong, Air Terjun Iguazu, Pulau Jeju, Sungai Bawah Tanah Puerto Princesa, dan Table Mountain. Taman Nasional Komodo mendapatkan suara terbanyak.
Lagu Daerah Nusa Tenggara Timur
Diantara banyak lagu-lagu daerah dari Nusa Tenggara Timur, 3 diantaranya adalah lagu yang sering kita dengar....Yaitu :
Anak Kambing Saya
mana dimana anak kambing saya
anak kambing tuan ada di pohon waru
mana dimana jantung hati saya
jantung hati tuan ada di kampung baru
caca marica he hei
caca marica he hei
caca marica ada di kampung baru
caca marica he hey
caca marica he hey
caca marica ada di kampung baru
Desaku
Desaku yang kucintai
Lewo inak jadigo
Lewo tanah beraei
Le tapi aman dan damai
Hidup ayah dan ibuku nora wue wari aun
Tanah pusaka tayah nole oka moa tobo
Potong Bebek Angsa
Potong bebek angsa, masak di kuali
Nona minta dansa, dansa empat kali
Dorong ke kiri, dorong ke kanan
La la la la la …
Potong bebek angsa, masak di kuali
Nona minta dansa, dansa empat kali
Dorong ke kiri, dorong ke kanan
La la la la la …
Sejarah Sasando
Alkisah, ada seorang pemuda bernama Sangguana di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Suatu hari ia menggembala di padang sabana. Ketika merasa lelah dan ngantuk, ia pun jatuh tertidur di bawah sebuah pohon lontar. Dalam tidur, ia bermimpi memainkan sebuah alat musik misterius. Ketika terbangun ia masih mengingat nada-nada yang dimainkannya. Saat kembali tidur, anehnya ia kembali memimpikan hal yang sama. Akhirnya, berdasarkan mimpinya itu Sangguana memutuskan membuat sebuah alat musik dari daun lontar dengan senar-senar di tengahnya.
Alat musik yang mirip harpa itu sekarang dikenal sebagai sasando. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Konon sasando digunakan di kalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7.
Bentuk sasando ada miripnya dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola dan kecapi.
Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan
di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando..
Seberkas Cerita Memperkenalkan Sasando ke dunia
Bo Lelebo/Tanah Timor Lelebo/Bae Sonde Bae/Tanah Timor Lebe Bae... senandung itulah yang dinyanyikan Jeremias Ougust Pah (70), seniman senior Indonesia (maestro) sasando, alat musik tradisional khas Nusa Tenggara Timur (NTT) ketika SH mengunjungi rumahnya di Jalan Timor Raya Kilometer 22 Desa Oebelo, Kabupaten Kupang Tengah, Kamis (31/7) siang.
Pemerintah melalui Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik pada 28 Desember 2007 lalu, memberikan penghargaan sebagai seniman senior Indonesia (maestro) yang melestarikan dan mengembangkan seni tradisional musik sasando kepada Jeremias Ougust Pah.
Penghargaan dari pemerintah itu dibingkai dan terpampang jelas di teras depan rumah Jeremias. Teras depan rumahnya yang terbuat dari batang nipah dan bambu serta berlantai semen itulah sebuah ruang pamer sasando. Tiilangga (topi dari daun lontar), gong, gendang kecil dari tempurung, serta tenun ikat khas Rote Ndao tersaji di sana, menyambut setiap pengunjung yang datang.
“Saya ingin musik sasando itu tetap lestari di kalangan generasi muda di Tanah Timor,” demikian impian Jeremias yang langsung mengenakan pakaian adat serta tak ketinggalan tiilangga. Tak lama kemudian Jeremias mengajak SH memperlihatkan cara membuat alat musik sasando.
Di samping rumah Jeremias terdapat sebuah ruangan kecil berukuran tidak lebih dari 6 x 10 meter persegi yang dijadikan tempat pembuatan sasando dan cendera mata sasando yang bisa dipesan konsumen.
“Di ruangan kecil ini saya dan istri saya, Dorce Pah Ndoen, mencoba melestarikan musik sasando sekaligus mengembangkan kerajinan tenun ikat khas Rote Ndao. Saya berharap apa yang saya lakukan bersama istri saya ini mampu melestarikan alat musik ini sampai selamanya,” tuturnya.
Saat ditanya mengapa dia membuat pernyataan demikian, pria kelahiran Rote, 22 Oktober itu dengan wajah agak berkerut mengaku kini banyak generasi muda Timor yang mulai bosan mendengarkan suara lengkingan sasando. Di samping itu lagu-lagu yang dimainkan dengan alat musik tradisional ini hanya sebatas lagu-lagu daerah khas NTT. “Generasi muda Timor lebih suka lagu yang keras-keras dan dari luar negeri,” katanya.
Belakangan, padahal banyak orang asing sengaja datang ke rumahnya hanya untuk belajar memainkan alat musik sasando itu. “Saya pernah mengajari 15 turis dari Australia yang ingin belajar memainkan sasando. Bahkan, ada orang Jepang namanya Masamu Takashi yang secara khusus datang ke rumah saya hanya untuk belajar sasando,” katanya bersemangat.
Meski demikian, persoalan itu tidak membuat Jeremias berkecil hati. Dengan sisa-sisa kemampuannya karena termakan usia, dia tiada henti terus memperkenalkan musik sasando bagi generasi muda di Tanah Timor. Untuk mengatasi soal jarak lengkingan sasando yang sebelumnya hanya mampu terdengar 10 meter, Jeremias dengan anak kelimanya, Djitron, pada tahun 1996 membuat sasando elektrik.
Bagian pangkal sasando disambungkan kabel listrik ke sound system atau pengeras suara. Yang terjadi kemudian, nada-nada yang dikeluarkan sasando pun dapat diperdengarkan sampai jarak lebih jauh dari sekadar 10 meter.
Dihargai Orang Jepang
Jeremias pun memperkenalkan alat musik sasando hingga ke Yokohama, Jepang, beberapa tahun lalu. Didampingi istrinya, Dorce Pah Ndoen, Jeremias dengan sepuluh jari tangan memperlihatkan kelincahannya memetik senar sasando yang bertuliskan: “Semua yang bernapas memuji Tuhan.”
Sambutan masyarakat Yokohama pun membuat dirinya menitikkan air mata. Itulah pengalaman yang paling berkesan bagi Jeremias. “Kalau orang asing saja menghargai alat musik tradisional ini, seharusnya orang muda di Tanah Timor lebih mencintainya,” ungkapnya dengan berkaca-kaca.
Jeremias mempelajari sasando sejak usia lima tahun. Ia belajar memainkan sasando dari sang ayah, Ougust. Ketika itu, Ougust Pah ditunjuk Raja Rote untuk memainkan alat musik apa saja untuk menghibur tamu di kerajaan. Setelah sang ayah meninggal pada 1972, Jeremias menggantikan peran ayahnya sebagai penerus dan pengembang sasando.
Pada tahun 1985, ia memutuskan pindah ke Kupang dan menetap di Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. Di tempat ini, ia mulai mengembangkan dan memperkenalkan sasando kepada kalangan luas.
Agar sasando tak punah ditelan masa, Jeremias mengajari anak kelimanya, Djitron Pah. “Saya berharap anak saya itu bisa melanjutkan impian saya agar musik sasando tetap lestari sepanjang massa,” tambahnya.
Ketika SH pamit untuk meneruskan perjalanan, Jeremias mengambil sasandonya dan kembali melantunkan lagu khas Rote dengan lirik berbeda. Seperti ini bunyi liriknya:… Bo Lelebo/Tanah Timor Lelebo/Meski miskin, lapar, dan kering/NTT tetap Lebe Bae.....
Tari Leke, NTT
Tari LEKE adalah salah satu Tarian Tradisional Nusa Tenggara Timur, Daratan Pulau Flores. Tari Leke adalah Tarian Tradisional dari masyarakat kabupaten Sikka. Makna Tarian Leke ini adalah mengungkapkan rasa syukur atas pencapaian hasil jerih payah yang mereka raih.
Tarian Tradisional LEKE ini, Dalam menarikannya, lebih sering dilakukan pada malam Hari. Entah apakah karena sebuah alasan tertentu, Kebiasaan yang telah berlangsung selama ini, atau karena lebih nyaman membawakan Tarian LEKE pada malam hari.
Masyarakat kabupaten SIKKA, Khususnya masyarakat yang berasal dari rumpun Suku Sikka Krowe, adalah Pemilik Asli dari Tarian Tradisional LEKE ini. Dalam membawakan Tarian LEKE , Bunyi-Bunyian dari Gong Waning akan terdengar menemani gerak dari para penari Tari LEKE. Dalam gelaran Tarian LEKE, biasanya hadir Syair-Syair atau tutur adat yang diperdengarkan dalam bahasa daerah Masyarakat SIKKA.
Tradisi Hopong, Nusa Tenggara Timur
Ritual budaya yang muncul dari tradisi asli masayarakatnya, Salah satu nya adalah Tarian tradisional Hopong. Hopong adalah sebuah upacara tradisional masyarakat Helong yang mengijinkan para petani untuk menuai atau panen di ladang pertanian. Masyarakat Helong umumnya bermukim di Pulau Timor dan Pulau Semau.
Tarian ini pun melambangkan sebuah bentuk permintaan ijin dari kaum tani dalam rumpun masyarakat Helong, disaat mereka akan memasuki masa panen di areal pertanian milik masyarakat Helong ini.
Selain itu juga, tari Hopong kaum Helong ini sekaligus juga menjadi sebuah bentuk ungkapan rasa syukur dan terima kasih dari rumpun masyarakat Helong kepada Tuhan dan juga kepada leluhur mereka.
Penggunaan bentuk tarian tradisional didalam ritual-ritual kebudayaan sudah bukan hal yang asing lagi didengar, hal ini juga berlaku didalam rumpun masyarakat Helong.
Bagi warga masyarakat Helong, menyebut dan mendengar nama tari Hopong ini, tentulah sudah tidak asing lagi.
Begitu beragamnya ritual adat yang kerap dilaksanakan dalam setiap rumpun kekerabatan di wilayah NTT, hampir bisa dipastikan akan selalu melibatkan salah satu bentuk tarian tradisional dalam mengiringi atau meramaikannya.
Tarian ini biasanya dilakukan disebuah rumah yang sebelumnya telah disepakati bersama. Dalam upacara ini, dihadiri pula oleh para tokoh-tokoh adat dan seluruh masyarakat helong.
Dalam proses pelaksanaan Upacara ini dilakukan pada masa panen disuatu rumah yang ditentukan bersama dan dihadiri oleh tua-tua adat serta lapisan masyarakat.
Selain rasa syukur atas tercapainya hasil panen, tarian ini juga menggambarkan kehidupan bersama nilai religius, gotong royong. Pada Tarian ini selalu diiringi dengan gendang, tambur, gong sebagai musiknya.
Langganan:
Postingan (Atom)